Tembakau
Tembakau berasal dari tumbuhan yang bernama nicotiana tabacum.
Walaupun orang-orang percaya bahwa rokok meregangkan saraf-saraf, namun
secara ilmiah terbukti bahwa merokok melepaskan zat epinefrin, yaitu
hormon yang menghasilkan stres psikis pada perokok, daripada peregangan.
Ketika rokok dihisap, nikotin diserap oleh paru-paru dan secara cepat
berpindah ke aliran darah, di mana zat tersebut disirkulasikan ke otak.
Nikotin
bekerja secara langsung pada jantung untuk mengubah denyut jantung dan
tekanan darah, sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan
jantung, penyakit pembuluh darah lainnya, dan pembengkakan pembuluh
darah. Zat tersebut juga bekerja pada saraf yang mengendalikan
pernafasan untuk mengubah pola pernafasan. Dalam konsentrasi tinggi,
nikotin sangat mematikan; kenyataannya setetes pemurnian nikotin di
lidah akan membunuh orang tersebut. Zat itu begitu mematikan sehingga
zat tersebut telah digunakan sebagai pestisida selama berabad-abad.
Kecanduan rokok adalah sepertiga penyebab
dari semua penyakit kanker, dan kanker yang paling banyak disebabkan
oleh rokok adalah kanker paru-paru. Tingkat keseluruhan kematian yang
disebabkan oleh kanker diderita oleh perokok, dua kali lebih banyak
daripada non-perokok. Seperlima dari kematian yang disebabkan oleh
serangan jantung, diakibatkan karena merokok. Perokok pasif atau perokok
sekunder juga meningkatkan resiko banyak penyakit sejenis.
Rokok juga dapat berperan sebagai pintu
masuk utama dari bentuk lain kecanduan narkoba. Sepertiga dari populasi
kaum muda yang “bereksperimen”, akhirnya menjadi kecanduan rokok ketika
mereka berusia 20 tahun. Perokok remaja memiliki kecenderungan 100 kali
untuk menghisap ganja dan menggunakan obat-obatan terlarang lainnya,
seperti kokain dan heroin di masa depan.
Merokok
sangat berbahaya terutama bagi para remaja karena tubuh mereka masih
dalam tahap perkembangan dan perubahan, serta zat tersebut dapat
berpengaruh negatif pada proses ini.
tembakau adalah zat berbahaya. Zat ini membuat kecanduan, merusak
kesehatan dan menyebabkan pengurangan tenaga dan penyakit yang mengubah
kehidupan yang mematikan. Tembakau dikemas dan dijual seperti rokok.
Apa saja yang terkandung dalam sebatang rokok?
Sebatang rokok mengandung:
Nikotin
Nikotin adalah zat
racun. Menelan dua dari tiga tetes nikotin murni dapat membunuh
seseorang. Zat tersebut bekerja sebagai stimulan peningkat kecepatan
aktivitas otak. Nikotin dikategorikan mempunyai efek ketergantungan yang
lebih tinggi dari heroin, dan semakin muda seseorang mulai merokok,
semakin sulit bagi mereka untuk berhenti.
Tar
Tar
adalah zat penyebab utama yang menyebabkan kanker pada perokok. Zat
tersebut juga memperburuk penyakit batang tenggorok dan sistem
pernafasan.
Karbon monoksida
Karbon monoksida adalah
gas yang sangat beracun. Gas ini ditemukan pada asap pembuangan mobil
dan asap dari api. Merokok dapat membuat konsentrasi yang lebih besar
dari gas karbon monoksida di paru-paru daripada menghirup udara
berpolusi.
Zat kimia lainnya
Dengan jumlah lebih dari
4000 zat lainnya dapat ditemukan pada asap rokok. Beberapa zat tersebut
beracun dan 43 diantaranya dikenal sebagai penyebab kanker. Beberapa
dari zat-zat tersebut adalah aceton, amonia dan hidrogen sianida.
Apa saja dampak langsung dari merokok?
- Meningkatkan denyut jantung.
- Pernafasan yang buruk.
- Pakaian berbau.
- Mengurangi daya tahan kebugaran dan olah raga.
- Memperlemah indera pengecap dan penciuman.
Apa saja dampak jangka panjang dari merokok?
- Gigi menjadi kuning.
- Beresiko tinggi mengidap penyakit bronkitis dan pernafasan.
- Beresiko tinggi mengidap kanker paru-paru.
- Jerawat dan masalah kulit, kulit berkerut dan kering.
- Kecanduan nikotin.
- Mempengaruhi kesuburan wanita.
- Impotensi.
Bahaya dan Pengaruh Lainnya
Toleransi dan Kecanduan Seumur Hidup
Toleransi
pada nikotin berarti bahwa seseorang membutuhkan kuantitas yang lebih
besar untuk mendapatkan efek yang sama. Kecanduan pada rokok sangat
sulit untuk dikalahkan dan semakin banyak seseorang merokok, maka dia
akan semakin menderita juga. Semakin muda seseorang mulai merokok, juga
membuatnya semakin sulit menghentikan.
Obat-obatan Yang Lain
Tembakau,
seperti halnya ganja dikategorikan sebagai ‘pintu masuk’ narkoba,
karena orang-orang yang merokok mempunyai kecenderungan yang tinggi
untuk mencoba zat-zat terlarang. Merokok Pasif
PMerokok pasif
adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan efek-efek asap
rokok pada orang yang tidak merokok tapi menghabiskan waktu mereka
bersama perokok. Perokok pasif terbuka untuk menghirup jumlah zat
beracun lebih banyak dibanding perokok itu sendiri. Merokok pasif adalah
penyebab signifikan dari kanker paru-paru, serangan asma dan
penyakit-penyakit pernafasan. Orang yang tidak merokok yang tinggal
bersama seorang perokok mempunyai peluang yang lebih besar mengembangkan
penyakit pernafasan daripada orang-orang yang tinggal di daerah bebas
rokok.
Bayi tak terlahirkan
Fase pembukaan pada tahap
pra kelahiran pada seoarang pecandu rokok akan mengurangi fungsi
pernafasan pada saat kelahiran dan ukuran saluran pernafasan.
Anak-anak
Bronchitis,
pneumonia and other respiratory diseases occur twice as often in
children of parents who smoke than in Children of non-smokers.
8. BuprenorfinBuprenorfin
(nama merek: Subutex) adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat
seperti heroin (putaw), tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat.
Seperti metadon (lihat Lembaran Informasi 670), buprenorfin biasanya
dipakai dalam program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti
heroin yang dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.
Buprenorfin
bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat: selama memakai buprenorfin,
penggunanya tetap tergantung pada opiat secara fisik. Tetapi
buprenorfin menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah
hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi risiko terkait dengan
penggunaan narkoba suntikan, dan juga mengurangi kejahatan yang sering
terkait dengan kecanduan. Dan karena diminum, penggunaan metadon
mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian.
Program
buprenorfin sering mempunyai dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah
untuk membantu pengguna berhenti memakai heroin (detoksifikasi), diganti
dengan takaran buprenorfin yang dikurangi tahap-demi-tahap selama
jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah untuk menyediakan terapi
rumatan, yang memberikan buprenorfin pada pengguna secara terus-menerus
dengan dosis yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala putus
zat (sakaw).
Ada risiko pengguna narkoba suntikan (penasun) akan
menyalahgunakan buprenorfin dengan mengurus tablet, melarutkannya
dengan air, lalu memakai larutan dengan cara suntikan. Hal ini
menimbulkan dua masalah: pertama, buprenorfin tidak larut dalam air,
sehingga cairan mengandung gumpalan obat, yang dapat memampatkan
pembuluh darah, dengan risiko terjadi emboli (penyumbatan), yang dapat
mematikan. Kedua, perilaku suntikan terus berisiko menyebarkan infeksi.
Oleh
karena itu, versi buprenorfin yang tersedia di Indonesia dikombinasikan
dengan nalokson, obat yang dipakai untuk mengobati overdosis opiat.
Versi ini dikenal sebagai Suboxone. Nalokson hanya bekerja bila
disuntikkan pada pembuluh darah, jadi bila dipakai melalui mulut, tidak
ada dampak. Tetapi bila Suboxone disuntik, nalokson langsung melawan
dengan buprenorfin, sehingga tidak ada efek sama sekali dari
buprenorfin. Oleh karena itu, pengguna dihindari memakainya dengan cara
suntikan.
Bagaimana Buprenorfin Dipakai?
Buprenorfin biasanya
diberikan pada klien program dalam bentuk pil yang tidak ditelan, tetapi
ditaruh di bawah lidah sampai larut. Proses ini membutuhkan 2-10 menit.
Buprenorfin tidak bekerja bila dikunyah atau ditelan. Jangan menyuntik
tablet buprenorfin yang dibuat puyer dan dilarutkan dengan air.
Buprenorfin seharusnya dipakai di bawah pengawasan di klinik setiap
hari. Setiap klien membutuhkan takaran yang berbeda, karena adanya
perbedaan metabolisme, berat badan dan toleransi terhadap opiat.
Beberapa
waktu dibutuhkan untuk menentukan takaran buprenorfin yang tepat untuk
setiap klien. Awalnya, klien harus diamati setiap hari dan reaksi
terhadap dosisnya dinilai. Jika klien menunjukkan tanda atau gejala
putus zat, takaran harus ditingkatkan. Umumnya program mulai dengan
takaran 2-4mg buprenorfin dan kemudian ditingkatkan 2-4mg per hari.
Biasanya klien bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan penggunaan
heroin dengan takaran buprenorfin 12-24mg/hari, dengan maksimum
32mg/hari.
Buprenorfin dapat menyebabkan gejala putus zat bila dipakai segera setelah opiat (heroin, morfin atau metadon).
Buprenorfin
mempunyai yang disebut sebagai ‘efek plafon’. Setelah takaran
buprenorfin tertentu dipakai, takaran yang lebih tidak menimbulkan efek
yang lebih tinggi. Oleh karena ini, overdosis buprenorfin jarang
terjadi, jadi dianggap lebih aman daripada metadon.
Karena
buprenorfin bertahan lebih lama dalam darah dibandingkan metadon, untuk
klien tertentu dosis buprenorfin dapat diberikan setiap tiga hari.
Buprenorfin
sebaiknya tidak dipakai oleh perempuan hamil atau mungkin menjadi
hamil. Buprenorfin juga dapat mengarah pada air susu ibu (ASI), dan
memberi dampak buruk pada bayi yang disusui. Oleh karena itu, ibu yang
menyusui sebaiknya tidak memakai buprenorfin.
Apa Efek Samping Buprenorfin?
Efek
samping buprenorfin pada awalnya serupa dengan opiat lain, termasuk
sakit kepala, mual, muntah dan sembelit. Namun klien yang dialihkan dari
heroin ke buprenorfin jarang mengalami efek samping. Sebelum mulai
memakai buprenorfin, berhenti memakai heroin atau metadon untuk beberapa
waktu sehingga gejala putus zat timbul, sedikitnya delapan jam untuk
heroin dan 24 jam untuk metadon. Bila mulai lebih cepat, dosis pertama
buprenorfin akan langsung membuat sakaw.
Apakah Buprenorfin Berinteraksi dengan Obat Lain?
Beberapa
obat dapat mempengaruhi tingkat buprenorfin dalam darah bila dipakai
bersamaan, dan sebaiknya klien dipantau untuk gejala sakaw atau sedasi
setelah mulai atau mengganti penggunaan obat apa pun. Saat ini hanya ada
sedikit data mengenai interaksi antara buprenorfin dan obat lain,
suplemen, jamu atau narkoba lain.
Tampaknya tidak ada dampak
besar dari obat antiretroviral (ARV), selain atazanavir dan mungkin
saquinavir. Atazanavir dapat meningkatkan tingkat buprenorfin dalam
darah, sehingga takaran buprenorfin harus diturunkan bila dipakai dengan
atazanavir, dan mungkin juga dengan saquinavir.
Nevirapine dan
efavirenz dapat mengurangi tingkat buprenorfin dalam darah, dan walau
kemungkinan besar perubahan takaran buprenorfin tidak dibutuhkan, klien
buprenorfin yang mulai ARV ini sebaiknya dipantau untuk beberapa minggu.
Tampaknya tidak ada interaksi yang bermakna dengan ARV lain.
Tidak ada interaksi dengan buprenorfin yang mempengaruhi tingkat ARV dalam darah.
Bila
buprenorfin dipakai bersama dengan flukonazol, fenobarbital, fenitoin
atau rifampisin, kemungkinan tidak dibutuhkan penyesuaian dosis
buprenorfin atau obat yang bersangkutan.
Penggunaan buprenorfin bersama dengan jenis benzodiazepin (mis. diazepam) dapat menjadi berbahaya.